Blackout

   "don't grow up too fast, and don't embrace the past, this life's too good to last, and i'm too young to care" lirik itu terus bergema di kepala ku. Gemanya tanpa akhir. Segala yang ada dalam diriku seperti tidak merelakan lagu itu berakhir. Nafas ku, nafas teman-teman ku, nafas kasur, nafas meja, nafas galon aqua, nafas skripsi milik "R" yang tebalnya luar biasa, nafas pakaian kotor, nafas alat-alat make up si "R", nafas lampu, nafas lubang bekas paku, nafas koleksi dvd korea, nafas seluruh kamar kost, nafas dunia, nafas semesta, segala hal menjadi seirama. Blackout. Malam itu kesadaran tidak punya arti.
   Itu adalah kali ketiga, aku dan teman-teman ku ber"trip" ria. Si "A" yang notabene adalah orang paling waras dalam sekte, harus mengakui bahwa kadar gila dalam otaknya melebihi yang lain. Tidak kurang dari tiga jam ia meracau bebas, tanpa batas. Kata-kata acak ia muntahkan dari kepalanya. Mulai dari si "F" yang tiba-tiba saja bertanduk, berekor dan bertato 212, sampai bingung memilih akan jadi profesor atau pelawak.
    Di sisi lain ruangan, si "D" harus mengakui bahwa ia memendam hasrat pada gagang sapu, tapi sayang upaya bodohnya menyetubuhi gagang sapu harus gagal, lantaran si "R" yang masih separuh waras merebut gagang sapu sexy itu dari pelukannya.
    Mungkin hanya si "R" yang masih mampu menjaga kesadarannya malam itu. "R" hanya tidak mampu membendung tawa melihat dua teman yang lain menjadi gila, lalu waras, lalu gila lagi. jadilah si "M" yang memang tidak mencicipi sama sekali sang fungi crispy keramat kerepotan menjaga dua orang sinting dadakan.
   Pada saat-saat tertentu aku melihat si "A" dan si "D" terlihat begitu ceria, namun ada juga saat mereka merasakan kesedihan yang sangat dalam. Perasaan-perasaan itu seperti datang dan pergi begitu saja. Tanpa pemicu. Begitu juga pada ku. Aku seperti memiliki dunia sendiri malam itu. Dunia yang slow motion. Segala hal terlihat begitu indah, segala suara jadi begitu merdu, bahkan pada suatu titik aku seperti mampu meraba surga. Tapi sebaliknya, ada saat dimana aku merasa sangat takut, takut yang merah darah, entah takut pada apa.
   Dalam "trip" malam itu, aku tidak banyak bicara. Aku lebih banyak mendengar dan merasakan. Merasakan nafas semesta, juga detak dan degubnya. Segalanya harmonis. Indah tidak terjelaskan. Aku tidak berani bilang kalau aku yang paling waras malam itu, karena pada suatu detik, aku seperti berkata pada diriku sendiri "ohh... begini rasanya jadi orang gila" dan pada saat itu pula aku takut kalau kegilaan instan itu tidak ada akhirnya. Gilanya lagi, sisi lain diri ku seperti mempasrahkan diri, "biarlah selamanya gila... asal indah ini tidak bertepi". Tapi, lagi-lagi tapi. Sisi sadar ku yang merayap bangkit dari dormannya berkata "Realita akan berkuasa lagi". Dan saat itu pula aku sadar.
    Yang kami rasakan malam itu mungkin bukan pengalaman spiritual yang sakral. Tidak pula kekhusyukan yang dalam dan suci. Yang benar-benar kami rasakan mungkin hanya dianggap orang lain sebagai kegilaan instan akibat makan jamur yang tumbuhnya diatas kotoran sapi. Tapi bagi ku pribadi, malam itu adalah malam paling melankolis sepanjang sejarah. Tak perlulah sakral atau suci. Ketika kesadaran kehilangan arti, maka ruh-Nya ada dalam salah satu debu dari jutaan lainnya yang tak sengaja ku hirup. 

Setidaknya kami telah tau rasanya jadi gila...

Comments

Popular posts from this blog

System Of A Down - Sugar lyric interpretation (Interpretasi lirik Sugar)

System Of A Down - Suite Pee lyrics Interpretation (Interpretasi lirik Suite pee)

System Of A Down-Spiders Lyrics Interpretation (Interpretasi lirik Spiders)